Ambon - Info Digital Akurat - Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Jefferdian, didampingi Asisten Tindak Pidana Umum Yunardi, S.H., M.H., memimpin Video Conference bersama jajaran Kejaksaan Negeri Maluku Barat Daya (MBD) dan Kejaksaan Negeri Ambon dalam rangka pengajuan usulan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Rabu (09/07/2025).
Usulan penghentian penuntutan ini datang dari dua wilayah hukum berbeda, yakni Kejaksaan Negeri Maluku Barat Daya dan Kejaksaan Negeri Ambon. Dari Kejari MBD, perkara yang diajukan ialah kasus Pencemaran Nama Baik yang menjerat tersangka “ARS” alias Nita berdasarkan Pasal 310 ayat (1) KUHP. Peristiwa tersebut terjadi di Desa Kaiwatu, Kecamatan Moa, Kabupaten MBD, dengan korban “YM” alias Pipin.
Kepala Kejari MBD, Hery Somantri, S.H., M.H., dalam pemaparannya menyampaikan bahwa Kasi Pidum Reinaldo Sampe, S.H., M.H., bersama Jaksa Fasilitator sekaligus Jaksa P-16A, Irfan Setya Pambudi, S.H., berhasil menyelesaikan perkara tersebut melalui pendekatan keadilan restoratif. Dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pihak keluarga dari kedua belah pihak, tersangka telah menyampaikan permintaan maaf yang diterima tanpa syarat oleh korban.
“Korban adalah Pegawai Pemda Kabupaten MBD dengan jabatan Kabid Mutasi. Tersangka mengira korban memutasikan kakaknya, padahal terjadi kesalahpahaman. Tersangka telah meminta maaf dan korban telah memaafkan. Maka perkara ini kami ajukan untuk penghentian penuntutan,” jelas Kajari MBD.
Sementara itu, Kejari Ambon mengajukan penghentian penuntutan terhadap perkara penyalahgunaan narkotika yang menjerat tersangka “AR” alias Khadafi. Berdasarkan Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tersangka ditangkap di rumahnya di Desa Batu Merah, Kota Ambon, usai menggunakan sabu. Dari rumahnya ditemukan satu klip sedang berisi lima klip kecil berisi sabu yang dibeli seharga Rp1 juta dari seseorang berinisial “S”.
Plh. Kajari Ambon, Sigit Prabowo, S.H., M.H., menjelaskan bahwa hasil asesmen medis dan hukum menunjukkan bahwa tersangka adalah pengguna aktif dan tidak terkait jaringan peredaran narkotika. Oleh karena itu, Kejari Ambon mengajukan permohonan penyelesaian perkara melalui pendekatan keadilan restoratif berupa rehabilitasi di lembaga pemasyarakatan dengan program rehabilitasi selama enam bulan.
“Mempertimbangkan status tersangka sebagai penyalahguna narkotika, kami ajukan penyelesaian melalui keadilan restoratif. Ini sesuai dengan asas Dominus Litis Jaksa dan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Penanganan Perkara Narkotika,” ujar Plh. Kajari Ambon.
Dalam pemaparannya, Sigit didampingi oleh Kasi Pidum Hubertus Tanate, S.H., M.H., serta para Jaksa P-16A yakni Endang Anakoda, S.H., M.H., Donald Rettob, S.H., dan Benfrid Christian Maksry Foeh, S.H.
Menindaklanjuti dua paparan tersebut, Tim Restorative Justice pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyatakan sepakat dan menyetujui penghentian penuntutan atas dua perkara itu. Persetujuan tersebut dikeluarkan oleh Direktur A pada JAM Pidum untuk kasus pencemaran nama baik dari Kejari MBD dan Direktur B untuk kasus penyalahgunaan narkotika dari Kejari Ambon.
Dasar persetujuan tersebut memperhatikan terpenuhinya syarat-syarat keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1), di antaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah lima tahun, dan kerugian tidak melebihi Rp2.500.000,-.
Dalam pelaksanaan restorative justice di Kejati Maluku ini turut hadir Hadjat, S.H. (Kasi A), Ahmad Latupono, S.H., M.H. (Kasi B), Juneta W. Pattiasina, S.H., M.H. (Kasi C), Achmad Attamimi, S.H., M.H. (Kasi D), serta para jaksa fungsional dari Bidang Pidum Kejaksaan Tinggi Maluku.
Langkah ini menunjukkan komitmen Kejati Maluku dalam mendorong penegakan hukum yang humanis, berpihak pada perdamaian, dan sesuai dengan semangat keadilan restoratif yang terus digalakkan oleh Kejaksaan Republik Indonesia. (K077A)