Jaksel-Info Digital Akurat-Penangkapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, bersama enam tersangka lainnya dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), menyedot perhatian publik dan memicu kecaman luas, terutama dari kalangan hukum.
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, secara tegas mengecam tindakan para hakim yang terlibat. Melalui akun X pribadinya pada Senin, 14 April 2025, Jimly menyebut perbuatan tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap keadilan.
“Hakim biadab seperti ini pantas dituntut hukuman mati,” tulis Jimly dengan nada keras.
Menurutnya, skandal ini tak hanya mencoreng wajah peradilan, tetapi juga mempermalukan profesi hakim yang seharusnya menjadi simbol integritas dan benteng terakhir keadilan. Ia mendesak agar Kejaksaan Agung serta aparat penegak hukum tidak ragu menuntut hukuman maksimal kepada para pelaku.
“Meskipun di UU KUHP baru, pidana mati disertai masa percobaan 10 tahun, tidak apa. Yang penting untuk efek jeranya, dituntut saja pidana mati,” lanjutnya.
Dalam penyidikan yang dilakukan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua PN Jakarta Selatan (sebelumnya Wakil Ketua PN Jakarta Pusat), Marcella Santoso (pengacara korporasi), Wahyu Gunawan (Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara), Ariyanto (pengacara), serta tiga hakim PN Jakarta Pusat: Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Kasus ini berkaitan dengan suap yang diberikan terkait kemudahan ekspor oleh sejumlah perusahaan besar di sektor kelapa sawit, di antaranya: Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, yang mencakup lebih dari 15 entitas perusahaan.
Meski perusahaan-perusahaan tersebut telah divonis terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan, Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana — atau dalam istilah hukum disebut ontslag van alle recht vervolging.
Putusan kontroversial tersebut kini semakin disorot, setelah terkuak adanya dugaan kuat praktik suap di baliknya. Masyarakat pun mendesak agar proses hukum ditegakkan setegas-tegasnya demi memulihkan kembali kepercayaan publik terhadap institusi peradilan. (K077A)