Malteng - Info Digital Akurat - Aktivitas pendidikan di SD Negeri 86 Lesluru, Kecamatan Teon Nila Serua (TNS), Kabupaten Maluku Tengah, mendadak terhenti akibat pemalangan oleh seorang warga yang diduga kecewa terhadap janji pemerintah negeri yang tak kunjung ditepati sejak hampir dua dekade lalu.
Pemilik lahan, Lexi Rikson Sinay, menyebut bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk ketidakpuasan atas janji pembangunan rumah yang pernah disampaikan oleh pihak pemerintah negeri saat pembebasan lahan sekolah sekitar tahun 2005. Lahan yang diberikan secara sukarela oleh Sinay seluas 15 x 50 meter, saat itu diminta oleh Raja Ruland Melay untuk kepentingan pembangunan fasilitas pendidikan.
Menurut pengakuannya, pemerintah negeri berjanji akan membangunkan rumah lengkap senilai Rp 60 juta sebagai bentuk kesepakatan. Namun hingga saat ini, yang ada hanya sebuah pondasi bangunan yang diduga berasal dari program bantuan lain, bukan dari hasil perjanjian dengan pihak pemerintah negeri.
Tak hanya itu, Sinay juga mengungkapkan kekecewaannya karena namanya tiba-tiba tidak lagi tercantum sebagai penerima bantuan BLT Ekstrem pada 2025, meski tahun sebelumnya ia sempat menerima bantuan tersebut. Perubahan itu diduga ikut memicu emosinya hingga berujung pada pemalangan fasilitas sekolah.
Aksi pemalangan tersebut menyebabkan terganggunya proses belajar-mengajar. Dari delapan ruangan di sekolah tersebut, tercatat tiga ruang kelas, satu ruang kantor, dan satu UKS tidak dapat digunakan.
Kepala SD Negeri 86 Lesluru, Johan Septory, membenarkan kejadian itu dan menyatakan bahwa pihak sekolah telah melaporkannya kepada Raja Negeri serta akan diteruskan ke Korwil Pendidikan dan Dinas Pendidikan.
Menanggapi kejadian tersebut, Raja Negeri Lesluru saat ini, Permenas Eduard Patrouw, mengatakan telah bertemu langsung dengan pemilik lahan dan sedang menunggu salah satu anggota keluarga yang dikabarkan akan datang dari Sorong ke Ambon untuk membantu menyelesaikan masalah ini.
Pemerintah negeri juga telah meminta penjelasan dari mantan Raja Ruland Melay terkait kesepakatan masa lalu. Mantan raja mengklaim bahwa rumah yang dijanjikan sudah diberikan, namun Sinay membantah hal itu dan menegaskan bahwa bangunan yang dimaksud hanyalah fondasi rumah bantuan, bukan rumah dari kesepakatan hibah tanah.
Situasi ini menambah deretan tantangan dunia pendidikan di wilayah terpencil, di mana fasilitas sekolah yang seharusnya menjadi tempat pengembangan potensi anak-anak bangsa, justru tersandera oleh janji yang diduga tidak ditepati. (K077A)